Tampilkan postingan dengan label TSAQOFAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TSAQOFAH. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 Juni 2021

Makna dan Asal Penamaan Dzulqa'dah, Bulan Mulia dalam Islam


Oleh : Ustqdz Halimi Zuhdy


Di tanah Jawa bulan Dzulqa'dah dikenal dengan nama Selo, sedangkan di pulau Madura dengan nama Takepek. Saya tidak akan mengkaji asal dan makna dua istilah di atas, yang keduanya mungkin memiliki makna yang berbeda dengan makna Dzulqa'dah, kecuali makna Selo (keseselan olo, kemasukan hal buruk) diganti dengan Silo (duduk bersila), maka makna yang kedua ini sama dengan arti Dzulqa'da yang artinya Qa'ada (duduk). Ada kesamaan makna bahasa Jawa Kuno dengan bahasa Madura dalam penamaan bulan ke-11 bulan Qamariah ini, yaitu Apit (Jawa) dan Takepek (Madura), yang bermakna kejepit atau terjepit, karena berada di antara dua hari raya, Idul Fitri dan Idul Adha.

Tayyib. Dzulqa'dah, pertama akan dilihat makna lughah (bahasa-nya), kedua asal penamaan bulan Dzulqa'dah, dan yang ketiga beberapa peristiwa penting yang ada pada bulan ini.

Dzulqa'dah (dalam Kamus Ma'ajim juga bisa dibaca kasrah, Dzulqi'dah) adalah terdiri dari dua kata, yaitu; Dzu dan Qi'dah. "Dzu" (ذو) bermakna memiliki, mempunyai, dan menguasai. Dan apabila kata ini disandarkan pada kata benda, maka memiliki arti lain, seperti Dzu Ba'sin (yang kuat), Dzu Ta'sir (yang manjur), Dzu Nufudz (yang berpengaruh), yang bermakna pemilik seperti Fulan Dzu Malin (فلان ذو مال) orang yang punya harta.

Kata "Qa'dah" atau "Qi'dah" adalah derivasi dari Qa'ada-Yaq'udu (َقَعَد يَقْعُد) yang memiliki beberapa arti, di antaranya adalah duduk (berdiri kemudian duduk, berbeda dengan Jalasa). Juga bermakna; menahan, telat, bersandar, melayani dan beberapa makna lainnya. Dzulqa'dah, secara umum diartikan dengan duduk, orang yang duduk, atau orang yang mengambil tempat duduk.

Mengapa dinamakan dengan Dzulqa'dah?

القَِعْدة: الشهر الحادي عشر من الشهور القَمَرِيَّة؛ وهو أول الأشهر الحرم الثلاثة المتتابعة، سُمِّي بذلك لأنهم كانوا يقعدون فيه عن الاسفار والغَزْو والميرة.

Bulan yang ke-11 dalam kalender Hijriah ini adalah permulaan dari empat bulan yang dimuliakan ( bulan-bulan Haram) yaitu, Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Dinamakan dengan bulan Dzulqa'dah karena mereka (orang Arab) pada bulan ini duduk (rehat) tidak melakukan perjalanan, tidak berperang dan tidak mengumpulkan makanan (dalam Al-Washit).

Bulan ini, bulan yang tenang bagi orang Arab, karena tidak terjadi peperangan antar kabilah atau peperangan lainnya. Atau kita mungkin menyebutnya bulan santai, bulan dimana orang Arav dapat menikmati hasil pekerjaan dari bulan-bulan sebelumnya, serta bulan yang dilarang melakukan kegaduhan. Mengapa mereka tidak melakukan peperangan? karena mereka sangat mengagungkan dan menghormari bulan Dzulqa'dah.

لأن العرب تقعد فيه عن القتال لحرمته وتعظيمه.

Keistimewaan Bulan Dzulqa'dah

Bulan Dzulqa'dah adalah termasuk dari bulan Haram, bulan yang diagungkan dan dimuliakan. Bulan Haram, dimana pahala kebaikan dilipatgandakan, demikian juga dengan perbuatan dosa.

ابن عباس -رضي الله عنهما-: "اختص الله أربعة أشهر جعلهن حرمًا، وعظَّم حرماتهن، وجعل الذنب فيهن أعظم، وجعل العمل الصالح والأجر أعظم".

Ada yang berpendapat, dimuliakannya bulan Dzulqa'dah karena pada masa Jahiliyah untuk perjalanan atau persiapan melakukan ibadah haji. Dan hanya di bulan ini Rasulullah melakukan ibadah Umrah.

وَعَنْ عَائِشَةَ -رضي الله عنها- قَالَتْ: "لَمْ يَعْتَمِرْ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم إِلَّا فِي ذِي الْقَعْدَةِ" (رواه ابن ماجه بسند صحيح).

Dan keistimewaan yang lain dari bulan ini adalah Allah berjanji (wa'dn) kepada Nabi Musa AS selama 30 malam di bulan Dzulqadah, ditambah 10 malam di awal bulan Dzulhijjah.

ولذي القعدة فضيلة أخرى، وهي أنه قد قيل: إنه الثلاثون يومًا الذي واعد الله فيه موسى -عليه السلام- ففي تفسير قوله تعالى: (وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلاثِينَ لَيْلَةً) قال مجاهد: ذو القعدة، (وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ) قال: عشر ذي الحجة. فعلى هذا يكون المقصود بـ(ثَلاثِينَ لَيْلَةً) هي ليالي شهر ذي القعدة.

Di bulan ini disunnahkan memperbanyak melakukan kebaikan-kebaikan (amal saleh), seperti puasa dan ibadah-ibadah lainnya. Sebagaimana disunnahkan melakukan amal saleh pada bulan-bulan haram lainnya.

Malang, 1 Dzulqa'dah 1442 (12 Juni 2021)

Selasa, 21 April 2020

Jadwal Imsyakiyah Ramadhan 1441 H - 2020 M


Sabtu, 12 Oktober 2019

Mengajarkan Salam pada Anak Kecil


Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab Riyadhus Sholihin menyebutkan suatu bab menarik. Bagaimana Islam mengajarkan mengucapkan salam kepada anak-anak. Ini sekaligus mendidik mereka agar tahu cara mengucapkan salam.



Riyadhus Sholihin – Kitab As-Salam
Bab 136. Salam kepada Anak-Anak
Hadits #862
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ مَرَّ عَلَى صِبْيَانٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ وَقَالَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia melewati anak-anak, maka ia mengucapkan salam kepada mereka dan berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukannya.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6247 dan Muslim, no. 2168]



Faedah Hadits
Hadits ini menunjukkan bagaimanakah berbuat baik kepada anak-anak, yang dewasa pun diajarkan untuk menyayangi anak-anak.
Ini adalah bentuk pengajaran pada anak agar mereka mengetahui bagaimanakah cara mengucapkan salam.
Tidak boleh menakut-nakuti anak-anak selama mereka tidak terjatuh dalam yang haram.


Referensi:
Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid kedua.


Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel rumaysho.com

Minggu, 29 September 2019

Bekal Untuk Anak


Apa yang perlu kita bekalkan pada anak-anak? Keyakinan yang membentuk arah hidup, tujuan hidup, orientasi dan komitmen. Semua ini memberikan identitas yang sangat kuat pada diri mereka jika semenjak dini kita persiapkan.
Remaja adalah masa produktif; masa meluap-luapnya semangat dan berlimpahnya kekuatan pada diri mereka untuk mencapai apa yang menjadi tujuan dan komitmen hidupnya. Tak perlu hadiah untuk membuat mereka tergugah, tidak pula memerlukan tekanan yang mengancam. Jika mereka memiliki idealisme, komitmen yang kuat dan identitas yang jelas semenjak belum memasuki masa remaja, maka masa remaja menjadi masa puncak semangat dan produktivitas.
Tetapi...
Jika mereka hanya dibekali dengan kecakapan akademik saja, sementara ibadah hanya karena terbiasa oleh lingkungan yang kondusif, tidak sungguh-sungguh memiliki landasan keyakinan yang kokoh, maka remaja merupakan masa yang penuh keguncangan. Bukan tidak mungkin mereka berontak dari agama, terutama ketika mereka menghadapi lingkungan yang sangat bertentangan dengan agama yang seharusnya ia yakini. Misalnya anak-anak yang tumbuh sebagai minoritas muslim di negeri-negeri mayoritas non muslim.
Ada yang perlu kita siapkan agar mereka menjadi remaja utama. Ada yang perlu kita perhatikan agar mereka tak mengalami krisis iman, terutama ketika memasuki usia remaja di negeri mayoritas non muslim atau daerah di negerinya sendiri dimana Islam menjadi minoritas.

-------------------------------------------------------------------------------------

Sesekali kita dapat mengajak anak melakukan perjalanan jauh, meninggalkan kampung, melihat daerah atau negeri yang berbeda. Kita membuka cakrawala berpikir anak, mengenalkan kepada mereka ragam budaya berbeda dan menghayati bahwa kebaikan itu bukan terletak pada suku, bangsa maupun latar belakang sosial. Kita semua sama. Yang membedakan adalah iman dan amal shalih.
Sekali waktu kita dapat mengajak anak keluar, bertebaran di muka bumi, menjelajahi tempat yang cukup dekat maupun jauh. Tetapi yang jauh lebih penting lagi, bepergian jauh bersama anak merupakan saat berharga untuk menanamkan nilai-nilai hidup, sikap, prinsip dan idealisme. Di saat kita bepergian jauh, anak akan lebih merasakan sekaligus mengenali sifat maupun idealisme orangtuanya sendiri.
.
Banyak tempat yang dapat kita pilih. Tetapi di antara sekian tempat yang pantas bagi kita untuk menyisihkan harta, mengumpulkannya sedikit demi sedikit, adalah mengajak mereka ke Tanah Suci atau ke tempat yang memiliki nilai sejarah perjuangan sangat besar.


Ditulis Oleh: Mohammad Fauzil Adhim

Kamis, 26 September 2019

Penyegaran Belajar Siswa Melalui Study Outing Shugro dan Qubro


Satu-satunya SD (Sekolah Dasar Swasta) di kecamatan Klakah adalah SDIT Nurul Islam Klakah, Sekolah yang pengajarannya sehari penuh Ini memang bisa dibilang baru. Usianya masih sembilan tahun, rata-rata usia gurnya dibawah 30 tahun, kondisi bangunannya pun masih banyak yang dalam proses pengerjaan, material bangunan disana-sini. Bagi sekolah yang pengajarannya sehari penuh ini merupakan suatu tuntutan wajib dalam menyajikan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, salah satunya adalah Outing Class.
Bagi saya selaku kepala sekolah pola pembelajaran guru-guru di sekolah ini haruslah out of the box, yang sebisa mungking menghindari gaya tekstual buku pegangan siswa yang hanya menghabiskan materi demi materi. Kami telah menetapkan program kegiatan pembelajaran di luar kelas bagi siswa yang biasa kita sebut Stuy Outing Shugro dan Study Outing Qubro, apa perbedaan diatara keduanya? Secara umum kegiatan itu sama yaitu melaksanakan pembelajaran di luar kelas yang membedakan hanyalah skalanya saja, baik dari materi pembelajaran, jumlah peserta dan tentunya juga pendanaan. Jika shugro skalanya lebih kecil hanya dilaksanakan sekitar dekat sekolah dengan benda-benda yang mudah dijangkau, sebaliknya study outing qubro dilaksanakan dalam skala besar di tempat yang lebih khusus semisal kebun botani, museum, cagar budaya, instansi pemerintah dan pabrik/perusahaan yang dilakukan minimal dua kali dalam satu semester.

Dalam kegiatan Study Outing ini para guru selain mengajak mereka untuk belajar di luar kelas atau sekadar jalan-jalan ke sawah, sungai atau bahkan perkampungan sekitar guru juga telah menyelesaikan penyampaian materi ajarnya sebelum kegiatan dilaksanakan, membuat skenario pembelajrannya, menyiapkan lembar kerja, memberi tugas wawancara dan menyiapkan instrumen evaluasi kegiatan. Terlihat siswa sangat menikmati, di situlah para guru bisa memasukkan pembelajaran termasuk nilai-nilai karakter dan ke-Islaman sehingga prosesnya mengalir sempurna.
Saat siswa diajak belajar di luar kelas mereka gembira, Ini bukan pelajaran berbaris, tapi siswa-siswa sangat tertib berbaris rapi. Ini bukan pelajaran menyanyi, tapi siswa begitu ceria dan meriah saat belajar. Ini bukan permainan petak umpet, tapi siswa tampak antusias mengikuti games pembelajaran dengan tetap menjaga ketertiban Entah karena memang kebanyakan mereka gemar belajar sambil rekreasi atau karena rasa jenuh belajar di dalam kelas. Yang pasti dengan mengajak belajar di luar kelas atau di tempat secara langsung, apalagi mempelajari tentang alam sekitar, mereka terlihat semakin bersemangat dalam belajar.

Sehari Bersama TNI 5 Oktober 2015 di Yonif 512

Belajar adalah suatu upaya yang dilakukan individu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku, baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dikap dan nilai positif sebagai suatu pengalaman dari berbagai materi jang telah dipelajari. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka belajar melalui kunjungan langsung di luar kelas merupakan alternatif untuk mencapai indikator pembelajaran. Belajar melalui kunjungan langsung bertujuan untuk mengkontekstualkan permasalahan yang dihadapi dengan fakta yang sebenarnya. Tujuannya adalah menguasai kompetensi dasar dalam pembelajaran.
Manfaat dari belajar melalui kunjungan langsung diantaranya: pertama, memberikan keleluasaan bagi para guru untuk mengembangkan bentuk materi  dan strategi penyampainnya dalam setiap kesempatan guna menghindari kebosanan pada diri siswa. Kedua, memberikan nuansa alami sesuai dengan potensi siswa untuk menemukan konsep-konsep yang akan mereka peroleh melalui proses pembelajaran. Ketiga, mengembakan sikap sosial di atara siswa melalui kegiatan cooperative lerning dalam kelompok yang merupakan bentuk aktuasi akhlaqul karimah yang merupakan nilai ajaran Islam. Keempat, mewujudkan kecakapan/keterampilan hidup yang dialami dalam setiap proses pembelajaran, dengan memberikan kesempatan untuk melakukannya langsung.
Ada beberapa alasan mengapa perlu mengajak siswa belajar melalui kunjungan langsung: 
·         Menumbuhkan Keimanan kepada Sang Khalik dan Mencintai Alam
Dalam Islam Allah swt. adalah sang khalik yang menciptakan alam semesta dan isinya, mencintai alam semesta adalah merupakan pengakuan kepada sang pencipta yaitu Allah swt. sebaik-baiknya pencipta, dengan demikian mampu menumbuhkan keimanan bagi siswa, pembelajaran di alam terbuka memberikan stimulan kepada siswa untuk senantiasa menjaga alam semesta yang merupakan bentuk ketauhidan yang harus ditumbuhkan pada siswa
·         Lebih mudah belajar dari benda konkret.
Dengan belajar dari sesuatu yang nyata, siswa akan lebih mudah memahami, Siswa dapat belajar dengan benda-benda di sekelilingnya
  
·         Memberikan pemahaman bahwa belajar dapat dilakukan dimana saja dalam kondisi apa saja
Dengan kegiatan ini memberikan pengertian kepada siswa bahwa belajar bukanlah kegiatan yang membosankan, belajar tak ubahnya dengan bermain dan rekreasi yang menyenangkan. 
·         Siswa lebih terpacu dan aktif
Belajar di luar kelas memberikan kesempatan dan ruang gerak yang luas bagi siswa. Mereka tidak lagi dibatasi oleh sekat dinding kelas, keaktifan dan kebebasan siswa dalam mengembangkan kemampuan menalarnya.
·         Memperkuat Motorik dan Otot siswa
Luasnya ruang belajar menguntungkan gerak motorik siswa, mereka akan lebih banyak melakukan aktifitas visik semisal berjalan dan berlari dengan lebih leluasa yang akan memperkuat motorik siswa.
·         Meningkatkan keakraban antar siswa dan guru
Kondisi belajar diluar suasana formal membuat siswa lebih mudah bercakap dengan sesama teman bahkan termasuk dengan guru. Hal ini lah yang akan semakin menumbuhkan suasana akrab yang dapat menumbuhkan nilai sosial kepada siswa.
·         Mengalami Secara Nyata
Bagaimana cara menanam, seperti apa bentuk hama, mengolah makanan, bagaiman cara mengolah limbah memberikan pengalaman kepada siswa secara nyata, tentunya berbeda ketika pembelajaran hanya diperoleh dari buku teks di dalam kelas. Belajar melalui kunjungan dan praktik secara langsung memberikan pengajaran kepada siswa bagaimana berinteraksi secara nyata.
Begitu banyaknya manfaat belajar melalui kunjungan langsung diantarnya belajar melalui pengalaman berkesan bagi siswa. Siswa akan meraskana kegembiraan dan menghilagkan kesan membosankan bagi siswa dalam belajar.

Rabu, 25 September 2019

KITA hanya Jamaah Manusia bukan Jamaah Malaikat

Sebelumnya aku pernah mendengar ungkapan itu, kemudian untuk yang kesekian kalinya aku mendengarnya lagi “mereka bukan jamaah malaikat”. Tentu sangat mahfum  ketika disebut nama makhluk yang mulia ini. Makhluk yang dihadapan Allah tak pernah sedikitpun bahkan tak ada sejarahnya dalam diri mereka terbesit untuk melanggar perintah tuhannya. Sungguh sangat mulia. Makhluk yang menjadi tangan-tangan Allah untuk menjaga manusia sepanjang hidupnya dari kejahatan jin dan syetan. Makhluk yang menjadi perantara Allah untuk menyampaikan kalamullah pada rasul-Nya yang mulia. Makhluk yang senantiasa berjaga dan siap mencabut nyawa manusia kapan pun jua. Hampir tak ada cela dan kemungkaran yang dilakukan olehnya. Sepanjang hidupnya dipenuhi dengan dzikir dan mengabdi tiada henti


Sulit agaknya ketika kita harus membayangkan adanya manusia yang seperti itu. Memang semuanya telah terfitrah masing-masing menurut fitrahnya. Jangankan manusia biasa, Rasulullah SAW  yang maksum saja pernah suatu ketika ditegur oleh Allah secara langsung melalui QS  Abasa. Untuk sebuah kesalahan yang munkin wajar kita lakukan, yakni bersikap Acuh kepada seorang sahabat tuna netra ‘Abdullah ibnu Ummi Maktum’ ketika beliau sedang sibuk berdiplomasi dengan para pembesar Quraisy agar mereka memeluk Islam.
Dizaman ini maka tak banyak atau bahkan munkin tak ada orang yang berperingai selayaknya golongan nabi dan para sahabat. Sungguh wajar, Zaman terpaut jauh sehingga manusia saat ini tak sempat untuk mengenyam pandidikan langsung dari rasulullah. Namun sebauah pertanyaan besar. Akankah itu menjadi alasan bagi segala celah-celah keburukan. Rasulullah datang menyempurnakan Akhlak dengan berbagai pentunjuk dari Allah SWT yang termaktub dalam Al Quran dan Sunnah, kemudian diikuti oleh ulama berikutnya yang gemar berijtihad untk menyempurnakan ilmu. Ditambah lagi kemajuan teknologi oleh para pakar yang semakin memudahkan kehidupan manusia. Tentu segala sesuatunya atas izin Allah SWT. Tapi apa daya memang semuanya tak mudah seperti ketika logika berjalan. Kemudahan- kemudahan  yang ada semakin membuat lengah banyak orang, tak terkecuali bagi orang-orang yang sudah mengazamkan dirinya dijalan dakwah. Orang- orang yang dalam ikrarnya ingin menjadi penebar dan penyubur agama Allah sebagai konsekwensi kedudukannya sebagai Da’i. Hingga Proses terus berlanjut, dengan banyaknya tahapan tarbiyah (pendidikan) islamiyah yang telah mereka lewati.
“Karena mereka bukan jamah malaikat”. Maka itulah pemakluman-pemakluman yang terjadi atas lubang-bubang yang tidak akan tersempatkan diperbaiki oleh umat muslim itu sendiri. Kefahaman yang seharusnya dimiliki lebih oleh pada aktivis dakwah kadang tak berdampak banyak pada perilaku, sopan santun, adab berinteraksi dan lain sebagainya . Jika sudah begitu maka jawabanya ialah: ”karena mereka bukan jamaah malaikat”. Kalimat tersebut seolah menggambarkan bahwa karena kita bukan malaikat maka kita boleh melakukan kesalahan-kesalahan . Toh kesalahan ini kecil. Kita tidak membunuh, berzina ataupun minum-minuman keras. Hanya sekedar berbahasa kurang sopan, menyindir untuk memperbaiki, tidak taat pada qiyadah, melalaikan amanah, atau hanya sekedar meminta saudara untuk menanggung beban yang lebih. Hanya sekedar itu.
Tidakkah pernah kita membayangkan apa yang kemudian membuat rahmat Allah selalu datang untuk memenangkan golongan umat terdahulu. Setiap lisan mereka yang selalu terjaga, penglihatan, pendengaran dan . Kita tak pernah menuntut saudara untuk sempurna. Tapi tidakkah kita ingin memenangkan islam ini melalui hal-hal yang terkecil saja. Tidakkah kita ingin agar setiap ucapan dan tindak tanduk kita angin sejuk bagi setiap orang-orang disekeliling kita. Kita bukanlah Rasulullah yang dikatakan oleh Aisyah radhiyallahu anhu seperti Al-Quran yang berjalan, namun semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa menjadikan beliau sebagai Tauladan yang utama. Kita bukanlah jama’ah malaikat yang purna dari segala khilaf, akan tetapi semoga kesadaran diri bahwa pengawasan Allah itu tak pernah lengah membuat kita (saya terutama) menjadi orang-orang yang gemar memperbaiki diri dan beristighfar atas kealpaan yang terjadi. Astaghfirullahaladzim…

dakwatuna

Rabu, 17 Oktober 2018

Di Bawah Naungan Alquran


Dari Hudzaifah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Hendaklah kamu sekalian beredar bersama kitab Allah (Al-quran) ke mana saja ia beredar.”(HR al-Hakim).
Al-quran adalah panduan kehidupan bagi manusia. Karena itu, tidak ada satu pun sisi kehidupan kecuali Al-quran telah memberikan panduan secara lengkap, dari hal yang terkecil hingga yang terbesar. Manusia tinggal mengikuti panduan itu, pasti meraih kesuksesan dan kebahagiaan hidup yang hakiki di dunia dan di akhirat.
Hidup di bawah naungan Al-quran akan mendapatkan banyak keuntungan dan melahirkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Antara lain, pertama, hidup menjadi terbimbing. Meski orang itu pandai, belum tentu mampu membedakan mana hal yang hak dan yang batil. Kemampuan membedakan itu sangat penting untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
Allah SWT berfirman, “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil).”(QS al-Baqarah [2]: 185).
Kedua, mampu mengatasi segala persoalan. Hidup ini tidak pernah lepas dari persoalan, jika Al-quran dijadikan sebagai panduan hidup maka mengantarkan manusia menjadi takwa dan ketakwaan akan membuatnya mampu mengatasi segala persoalan hidup (QS ath-Thalaq [65]: 4).
Ketiga, kehidupan menjadi bersih. Manusia lahir dalam keadaan bersih (suci), tetapi jika tanpa panduan Al-quran, kehidupan manusia menjadi kotor jiwanya, pikirannya, dan perbuatannya (QS al-A’raaf [7]: 96).
Sebaliknya, jika hidup yang jauh dari Al-quran akan berakibat buruk. Antara lain, pertama, bencana moral. Apabila manusia tidak berpedoman kepada Al-quran maka akan cenderung memperturuti hawa nafsunya. Jika manusia yang berlaku demikian, tentu akan terjadi bencana moral. Kedua, bencana fisik. Hal itu diungkapkan Allah dalam surah Al-Araaf ayat 98, “Akan tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami azab mereka akibat kedustaan mereka.”
Ketiga, bencana ekonomi. Ke empat, bencana sosial. Jika manusia jauh dari Al-quran, hubungan persaudaraan akan rapuh. Hubungan dengan tetangga akan retak, hubungan sosial akan menjadi rusak. Itu merupakan bibit perpecahan umat, bahkan perpecahan bangsa. Jika hal itu terjadi maka akan berakibat pada bencana sosial bagi manusia. Kelima, bencana keimanan. Kerusakan iman akan menjadi sasaran akhir jauhnya manusia dari Alquran. Semoga Allah membimbing kita agar tetap berada dalam naungan Al-quran.
Oleh: Imam Nur Suharno
sumber : republika.co.id

Adab Makan dan Minum


Seorang muslimah makan sambil berjalan, makan dengan tangan kiri, tanpa berdoa, bahkan menyisakan makanan, hal ini seakan sudah menjadi pemandangan umum di kantin-kantin kampus. Betapa miris hati ini melihatnya. Bila amal ibadah yang ringan saja sudah ditinggalkan dan disepelekan, bagaimana dengan amalan yang besar pahalanya?? Atau mungkinkah karena hal itu hanya merupakan suatu ibadah yang kecil kemudian kita meninggalkannya dengan alasan kecilnya pahala yang akan kita peroleh? Tidak begitu Saudariku … Yang sedikit apabila rutin dilakukan, maka akan menjadi banyak! Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ (٣٣)

Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul, dan janganlah kamu merusakkan segala amalmu.” (QS. Muhammad 33)

Cukuplah firman Allah Ta’ala tersebut menjadi nasihat bagi kita semua untuk selalu berusaha menaati perintah Allah dan perintah Rasul-Nya, baik perintah wajib maupun anjuran (sunnah) maupun atau perintah untuk menjauhi perkara yang dilarang. Saat ini banyak kita jumpai seorang muslim yang menyepelekan amalan sunnah, namun berlebihan pada perkara yang mubah. Maka perhatikanlah firman Allah Ta’ala,

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Al-Hayr : 7)

Dan di antara perintah dan larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah adab ketika makan dan minum.

Adab ketika Makan dan Minum

    Memakan makanan dan minuman yang halal.Saudariku, hendaknya kita memilih makanan yang halal. Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada kita agar memakan makanan yang halal lagi baik. Allah Ta’ala telah berfirman,

    يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

    “Hai para rasul, makanlah yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mu`minun: 51)
    Mendahulukan makan daripada shalat jika makanan telah dihidangkan.Yang dimaksud dengan telah dihidangkan yaitu sudah siap disantap. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila makan malam telah dihidangkan dan shalat telah ditegakkan, maka mulailah dengan makan malam dan janganlah tergesa-gesa (pergi shalat) sampai makanmu selesai.” (Muttafaqun ‘alaih) Faidahnya supaya hati kita tenang dan tidak memikirkan makanan ketika shalat. Oleh karena itu, yang menjadi titik ukur adalah tingkat lapar seseorang. Apabila seseorang sangat lapar dan makanan telah dihidangkan hendaknya dia makan terlebih dahulu. Namun, hendaknya hal ini jangan sering dilakukan.
    Tidak makan dan minum dengan menggunakan wadah yang terbuat dari emas dan perak.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang minum pada bejana perak sesungguhnya ia mengobarkan api neraka jahanam dalam perutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam salah satu riwayat Muslim disebutkan, “Sesungguhnya orang yang makan atau minum dalam bejana perak dan emas …”
    Jangan berlebih-lebihan dan boros.Sesungguhnya berlebih-lebihan adalah di antara sifat setan dan sangat dibenci Allah Ta’ala sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Isra` ayat 26-27 dan Al-A’raf ayat 31. Berlebih-lebihan juga merupakan ciri orang-orang kafir sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang mukmin makan dengan satu lambung, sedangkan orang kafir makan dengan tujuh lambung.” (HR. Bukhari dan Muslim)
    Mencuci tangan sebelum makan.Walaupun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mencontohkan hal ini, namun para salaf (generasi terdahulu yang shalih) melakukan hal ini. Mencuci tangan berguna untuk menjaga kesehatan dan menjauhkan diri dari berbagai penyakit.
    Jangan menyantap makanan dan minuman dalam keadaan masih sangat panas ataupun sangat dingin karena hal ini membahayakan tubuh.Mendinginkan makanan hingga layak disantap akan mendatangkan berkah berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Sesungguhnya yang demikian itu dapat mendatangkan berkah yang lebih besar.” (HR. Ahmad)
    Tuntunan bagi orang yang makan tetapi tidak merasa kenyang.Para sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan tetapi tidak merasa kenyang.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ”Barangkali kalian makan berpencar (sendiri-sendiri).” Mereka menjawab, ”Benar.” Beliau kemudian bersabda, “Berkumpullah kalian atas makanan kalian dan sebutlah nama Allah, niscaya makanan itu diberkahi untuk kalian.” (HR. Abu Dawud)
    Dianjurkan memuji makanan dan dilarang mencelanya.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. Apabila beliau menyukainya, maka beliau memakannya. Dan apabila beliau tidak suka terhadapnya, maka beliau meninggalkannya. (HR. Muslim)
    Membaca tasmiyah (basmallah) sebelum makan.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian makan, hendaklah ia membaca ‘Bismillah’ (dengan menyebut nama Allah). Jika ia lupa membacanya sebelum makan maka ucapkanlah ‘Bismillaahi fii awwalihi wa aakhirihi’ (dengan menyebut nama Allah pada awal dan akhir -aku makan-)” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)Di antara faedah membaca basmallah di setiap makan adalah agar setan tidak ikut makan apa yang kita makan. Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk bersama seseorang yang sedang makan. Orang itu belum menyebut nama Allah hingga makanan yang dia makan itu tinggal sesuap. Ketika dia mengangkat ke mulutnya, dia mengucapkan, ‘Bismillaahi fii awwalihii wa aakhirihi’. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa dibuatnya seraya bersabda, “Masih saja setan makan bersamanya, tetapi ketika dia menyebut nama Allah maka setan memuntahkan semua yang ada dalam perutnya.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa`i)
    Makan dan minum dengan tangan kanan dan dilarang dengan tangan kiri.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian makan, makanlah dengan tangan kanan dan minumlah dengan tangan kanan, karena sesungguhnya setan makan dan minum dengan tangan kirinya.” (HR. Muslim)Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mendoakan keburukan bagi orang yang tidak mau makan dengan tangan kanannya. Seseorang makan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dengan tangan kirinya, maka beliau bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu.” Orang itu menjawab, “Saya tidak bisa.” Beliau bersabda, “Semoga kamu tidak bisa!” Orang tersebut tidak mau makan dengan tangan kanan hanya karena sombong. Akhirnya dia benar-benar tidak bisa mengangkat tangan kanannya ke mulutnya. (HR. Muslim)
    Makan mulai dari makanan yang terdekat.Umar Ibnu Abi Salamah radhiyallahu’anhuma berkata, “Saya dulu adalah seorang bocah kecil yang ada dalam bimbingan (asuhan) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tangan saya (kalau makan) menjelajah semua bagian nampan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menegur saya, ‘Wahai bocah bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang terdekat denganmu.’ Maka demikian seterusnya cara makan saya setelah itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)Hadits ini sekaligus sebagai penguat dari kedua adab makan sebelumnya dan menjelaskan bagaimana cara menasihati anak tentang adab-adab makan. Lihatlah bahwa nasihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam sangat dipatuhi oleh Umar Ibnu Abi Salamah pada perkataan beliau, “ … demikian seterusnya cara makan saya setelah itu.“
    Memungut makanan yang jatuh, membersihkannya, kemudian memakannya.Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika salah satu dari kalian makan lalu makanan tersebut jatuh, maka hendaklah ia memungutnya dan membuang kotorannya kemudian memakannya. Jangan ia biarkan makanan itu untuk setan.” (HR. At-Tirmidzi)Sungguh betapa mulianya agama ini, sampai-sampai sesuap nasi yang jatuh pun sangat dianjurkan untuk dimakan. Hal ini merupakan salah satu bentuk syukur atas makanan yang telah Allah Ta’ala berikan dan bentuk kepedulian kita terhadap fakir miskin.
    Makan dengan tiga jari (yaitu dengan ibu jari, telunjuk, dan jari tengah) kemudian menjilati jari dan wadah makan selesai makan.Ka’ab bin Malik radhiyallahu ’anhu berkata, “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dengan tiga jarinya. Apabila beliau telah selesai makan, beliau menjilatinya.” (HR. Muslim)Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian selesai makan, maka janganlah ia mengusap jari-jarinya hingga ia membersihkannya dengan mulutnya (menjilatinya) atau menjilatkannya pada orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim)

    Maksudnya yaitu menjilatkan pada orang lain yang tidak merasa jijik dengannya, misalnya anaknya saat menyuapinya, atau suaminya.
    Cara duduk untuk makanRasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Aku tidak makan dengan bersandar.” (HR. Bukhari) Maksudnya adalah duduk yang serius untuk makan. Adapun hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat makan duduk dengan menduduki salah satu kaki dan menegakkan kaki yang lain adalah dhaif (lemah). Yang benar adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk bersimpuh (seperti duduk sopannya seorang perempuan dalam tradisi Jawa) saat makan.
    Apabila lalat terjatuh dalam minumanNabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila lalat jatuh pada minuman salah seorang dari kalian maka hendaklah ia mencelupkan lalat tersebut kemudian barulah ia buang, sebab di salah satu sayapnya ada penyakit dan di sayap yang lain terdapat penawarnya.” (HR. Bukhari)
    Bersyukur kepada Allah Ta’ala setelah makanTerdapat banyak cara bersyukur atas kenikmatan yang Allah Ta’ala berikan kepada kita, salah satunya dengan lisan kita selalu memuji Allah Ta’ala setelah makan (berdoa setelah makan). Salah satu doa setelah makan yaitu, “alhamdulillaahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi ghaira makfiyyin walaa muwadda’in walaa mustaghnan ‘anhu rabbanaa.”(Segala puji bagi Allah dengan puja-puji yang banyak dan penuh berkah, meski bukanlah puja-puji yang memadai dan mencukupi dan meski tidak dibutuhkan oleh Rabb kita.”) (HR. Bukhari)
    Buruknya makan sambil berdiri dan boleh minum sambil berdiri, tetapi yang lebih utama sambil duduk.Dari Amir Ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya radhiyallahu ’anhum, dia berkata, “Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sambil berdiri dan sambil duduk.” (HR. Tirmidzi, hadits hasan shahih)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seorang laki-laki minum sambil berdiri. Qatadah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami bertanya kepada Anas, ‘Kalau makan?’ Dia menjawab, ‘Itu lebih buruk -atau lebih jelek lagi-.’” (HR. Muslim)
    Minum tiga kali tegukan seraya mengambil nafas di luar gelas.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam minum sebanyak tiga kali, menyebut nama Allah di awalnya dan memuji Allah di akhirnya. (HR.Ibnu As-Sunni dalam ‘Amalul Yaumi wallailah (472))Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam minum, beliau bernafas tiga kali. Beliau bersabda, “Cara seperti itu lebih segar, lebih nikmat dan lebih mengenyangkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

    Bernafas dalam gelas dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya, “Apabila salah seorang dari kalian minum, janganlah ia bernafas di dalam gelas.”(HR. Bukhari)
    Berdoa sebelum minum susu dan berkumur-kumur sesudahnya.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika minum susu maka ucapkanlah, ‘Allahumma barik lana fihi wa zidna minhu’ (Ya Allah berkahilah kami pada susu ini dan tambahkanlah untuk kami lebih dari itu) karena tidak ada makanan dan minuman yang setara dengan susu.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman (5957), dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’(381))Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian minum susu maka berkumur-kumurlah, karena sesungguhnya susu meninggalkan rasa masam pada mulut.” (HR. Ibnu Majah (499))
    Dianjurkan bicara saat makan, tidak diam dan tenang menikmati makanan seperti halnya orang-orang Yahudi.Ishaq bin Ibrahim berkata, “Pernah suatu saat aku makan dengan Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad) dan sahabatnya. Kami semua diam dan beliau (Imam Ahmad) saat makan berkata, ‘Alhamdulillah wa bismillah’,kemudian beliau berkata, ‘Makan sambil memuji Allah Ta’ala adalah lebih baik dari pada makan sambil diam.’”

Semoga yang sedikit ini bermanfaat dan semoga Allah Ta’ala memberikan kemudahan kepada kita dalam mengamalkan apa yang kita ketahui, karena hakikat ilmu adalah amal itu sendiri. Wallahul muwaffiq.


Penulis: Ummu Shalihah


Read more https://muslimah.or.id/5532-adab-makan-dan-minum.html

Rabu, 13 Juni 2018

STANDAR MUTU SEKOLAH ISLAM TERPADU

Apa sebenarnya yang membedakan Sekolah Islam Terpadu (SIT) dengan sekolah Negeri pada umumnya?

 Standar Mutu Pendidikan JSIT Indonesia, standar mutu yang diharapkan diterapkan di semua Sekolah-sekolah Islam Terpadu yang mengacu pada 8 Standar Mutu Pendidikan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional disesuaikan dengan muatan pendidikan berkarakter melalui pendekatan agama (Islam) serta ditambah 3 Standar Mutu Pendidikan yang menopang keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan dan target pendidikan yang menjadikan peserta didik memiliki karakter (akhlak) yang mulia dan bermanfaat dunia dan akhirat
11 Standar Mutu Pendidikan JSIT Indonesia tersebut sebagai berikut.
Apa saja dan bagaimana 11 Standar Mutu Pendidikan versi JSIT Indonesia ini, klik saja di atas, Anda akan mendapatkan materinya dalam bentuk file powerpoint (PPt).

Kamis, 13 Oktober 2016

Cara-cara Memahami Karakter Anak Didik


Dalam mengenal dan memahami peserta didik, guru hendaknya dibekali dengan Ilmu Psikologi Pendidikan, Ilmu Psikologi Anak dan Ilmu Psikologi Perkembangan. Dalam ketiga Ilmu tersebut terdapat konsep-konsep dasar tentang perkembangan kejiwaan peserta didik yang sangat membantu guru dalam mendampingi mereka. Disiplin ilmu ini sudah mulai dilupakan atau kurang diperhatikan guru sehingga kesulitan demi kesulitan dialami guru ketika berhadapan dengan peserta didik. Banyak masalah yang dihadapai peserta didik yang tidak terlalu berat tetapi karena kurang tepatnya pendekatan dan terapi yang digunakan guru dalam menyelesaikan masalah itu. Hal ini tidak menghasilkan penyelesaian secara tuntas dan masalah itu tetap menyelimuti peserta didik yang memberatkan langkahnya dalam meraih cita-cita.
Dalam mengenal dan memahami peserta didik, guru hendaknya dibekali dengan Ilmu Psikologi Pendidikan, Ilmu Psikologi Anak dan Ilmu Psikologi Perkembangan. Dalam ketiga Ilmu tersebut terdapat konsep-konsep dasar tentang perkembangan kejiwaan peserta didik yang sangat membantu guru dalam mendampingi mereka. Disiplin ilmu ini sudah mulai dilupakan atau kurang diperhatikan guru sehingga kesulitan demi kesulitan dialami guru ketika berhadapan dengan peserta didik. Banyak masalah yang dihadapai peserta didik yang tidak terlalu berat tetapi karena kurang tepatnya pendekatan dan terapi yang digunakan guru dalam menyelesaikan masalah itu. Hal ini tidak menghasilkan penyelesaian secara tuntas dan masalah itu tetap menyelimuti peserta didik yang memberatkan langkahnya dalam meraih cita-cita.
Untuk itu seorang guru juga harus berperan sebagai Psikolog, yang dapat mendidik dan membimbing peserta didiknya dengan benar, memotivasi dan memberi sugesti yang tepat, serta memberikan solusi yang tuntas dalam menyelesaikan masalah anak didik dengan memperhatikan karakter dan kejiwaan peserta didiknya. Guru juga hendaknya mampu berperan sebagai seorang dokter yang memberikan terapi dan obat pada pasiennya sesuai dengan diagnosanya. Salah diagnosa maka salah juga terapi dan obat yang diberikan sehingga penyakitnya bukannya sembuh tetapi sebaliknya semakin parah.
Demikian juga guru dalam menyelesaikan masalah anak, harus mengetahui akar masalah sehingga dapat menentukan terapi dan solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut. Disamping itu guru juga dapat berperan sebagai seorang ulama yang dapat membimbing dan menuntun batin atau kejiwaan peserta didik, memberikan pencerahan yang menyejukkan dan menyelesaikan masalahnya dengan pendekatan agama yang hasilnya akan lebih baik.
Mengenal dan mememahami peserta didik dapat dilakukan dengan cara memperhatikan dan menganalisa tutur kata (cara bicara ), sikap dan prilaku atau perbuatan anak didik, karena dari tiga apek di atas setiap orang (anak didik ) mengekspresikan apa yang ada dalam dirinya (karakter atau jiwa ). Untuk itu seorang guru harus secara seksama dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan peserta didik dalam setiap aktivitas pendidikan.
Manfaat memahami karakter anak didik
Mengenal dan memahami karakter peserta didik, memberikan manfaat yang banyak baik bagi peserta didik sendiri maupun bagi guru yang berperan mendampingi mereka. Bagi peserta didik, mereka akan mendapat pelayanan prima, perlakuan yang adil, tidak ada diskriminasi, merasakan bimbingan yang maksimal dan menyelesaikan masalah anak didik dengan memperhatikan karakternya.
Bagi guru, manfaat mengenal dan memahami karakter peserta didik adalah guru akan dapat memetakan kondisi peserta didik sesuai dengan karakternya masing-masing.Guru dapat memberikan pelayanan prima dan memberi tugas sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan peserta didiknya. Dengan demikian guru dapat mengembangkan potensi yang dimiliki mereka berupa minat, bakat dan kegemarannya dan berusaha menekan potensi negatif yang mungkin muncul dari karakter anak didik yang tidak baik yang dimilikinya.
Begitu pentingnya mengenal dan memahami karakter peserta didik maka seorang guru harus meluangkan waktunya bersama peserta didik dan memberikan perhatian yang maksimal pada peserta didik dalam membimbing mereka pada tercapainya tujuan pendidikan.Sesungguhnya keberadaan dan kesunguhan guru dalam melaksanakan tugas akan memberikan energi positif bagi peserta didiknya dalam mewujudkan harapan indah meraih cita-cita yang luar biasa. Semoga.

MANUSIA WAJIB BERUSAHA, ALLAH LEBIH TAU MANA YANG TERBAIK
sumber : klik disini

Minggu, 26 Juni 2016

Lailatul Qadr (Malam Kemuliaan)

Allah Ta ‘ala berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ﴿١﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ ﴿٢﴾ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ ﴿٣﴾ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ ﴿٤﴾ سَلَامٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ الْفَجْرِ ﴿٥
Ilustrasi (photobucket.com)
Ilustrasi (photobucket.com)

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) saat Lailatul Qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 1-5)
Allah SWT memberitahukan bahwa Dia menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, yaitu malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi.” (QS. Ad-Dukhaan: 3). Dan malam itu berada di bulan Ramadhan, sebagaimana firman Allah Ta ‘ala: “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhu- berkata:
“Allah menurunkan Al-Qur’anul Karim keseluruhannya secara sekaligus dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (langit pertama) pada malam Lailatul Qadar. Kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesuai dengan konteks berbagai peristiwa selama 23 tahun.”
Malam itu dinamakan Lailatul Qadar karena keagungan nilainya dan keutamaannya di sisi Allah Ta ‘ala. Juga, karena pada saat itu ditentukan ajal, rezki, dan lainnya selama satu tahun, sebagaimana firman Allah: “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Ad-Dukhaan: 4). Kemudian, Allah berfirman mengagungkan kedudukan Lailatul Qadar yang Dia khususkan untuk menurunkan Al-Qur’anul Karim: “Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu?” Selanjutnya Allah menjelaskan nilai keutamaan Lailatul Qadar dengan firman-Nya: “Lailatul Qadar itu lebih baik dari pada seribu bulan.”
Beribadah di malam itu dengan ketaatan, shalat, tilawah, dzikir, doa dsb sama dengan beribadah selama seribu bulan di waktu-waktu lain. Seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan. Lalu Allah memberitahukan keutamaannya yang lain, juga berkahnya yang melimpah dengan banyaknya malaikat yang turun di malam itu, termasuk Jibril ‘alaihis salam. Mereka turun dengan membawa semua perkara, kebaikan maupun keburukan yang merupakan ketentuan dan takdir Allah. Mereka turun dengan perintah dari Allah. Selanjutnya, Allah menambahkan keutamaan malam tersebut dengan firman-Nya: “Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar” (QS. Al-Qadar: 5)
Maksudnya, malam itu adalah malam keselamatan dan kebaikan seluruhnya, tak sedikit pun ada kejelekan di dalamnya, sampai terbit fajar. Di malam itu, para malaikat -termasuk malaikat Jibril mengucapkan salam kepada orang-orang beriman. Dalam satu hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan keutamaan melakukan qiyamul lail di malam tersebut. Beliau bersabda: “Barangsiapa melakukan shalat malam pada saat Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Hadits Muttafaq ‘Alaih)
Tentang waktunya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Carilah Lailatul Qadar pada (bilangan) ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan lainnya).
Yang dimaksud dengan malam-malam ganjil yaitu malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan malam dua puluh sembilan.
Adapun qiyamul lail di dalamnya yaitu menghidupkan malam tersebut dengan shalat tarawih, shalat tahajjud, membaca Al-Qur’anul Karim, dzikir, doa, istighfar dan taubat kepada Allah Ta ‘ala. Beberapa pelajaran dari surat Al-Qadr:
1. Keutamaan Al-Qur’anul Karim serta ketinggian nilainya, dan bahwa ia diturunkan pada Lailatul Qadar (malam kemuliaan).
2. Keutamaan dan keagungan Lailatul Qadar, dan bahwa ia menyamai seribu bulan yang tidak ada Lailatul Qadar di dalamnya.
3. Anjuran untuk mengisi kesempatan-kesempatan baik seperti malam yang mulia ini dengan berbagai amal shalih.

Sumber:  klik disini

Jumat, 20 Mei 2016

Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan

“Ya Allah berkatilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan” (HR. Ahmad & At-Tabrani)

Saudaraku seiman yang saya cinta karena Allah SWT, tidak terasa bulan suci, bulan magfirah, bulan penuh rahmat, bulan diturunkannya Al-Qur’an, bulan yang didalamnya terdapat lailatul qadr yang dinanti-nati sudah dihadapan mata. Hanya hitungan hari menuju bulan mulia itu. Karena kemuliaan dan spesialnya bulan tersebut maka sudah seharusnya kita sebagai ummat Islam mempersiapkan diri dan keluarga.
Persiapan disini kami maksud bukan hanya menunggu datangnya bulan Ramadhan. Tetapi persiapan disini adalah mempersiapkan bekal untuk bekal di bulan Ramadhan. Tujuan mempersiapkan bekal ini bermaksud untuk mengoptimalkan ibadah kita pada bulan yang didalamnya terdapat malam lebih dari 1000 bulan. Ada beberapa hal yang penting untuk dipersiapkan antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, Persiapan Ruhiyah. Rasulullah memberikan contoh kepada kita untuk senantiasa mempersiapkan diri untuk menyambut pausa. Aisyah pernah berkata, “Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa sunnah di satu bulan lebih banyak daripada bulan Sya’ban. Sungguh, beliau berpuasa penuh pada bulan Sya’ban”. (HR. Bukhari).
Ibadah lain juga harus dipersiapkan seperti perbanyak tilawah, qiamulail, shalat fardhu bejamaah di masjid, al-ma’tsurat kubra pagi dan petang. Hal ini dimaksudkan agar sejak bulan Sya’ban kadar keimanan kita sudah meningkat. Boleh dikiaskan, bulan Rajab dan Sya’ban adalah masa warming up sehingga ketika memasuki Ramadhan kita sudah bisa menjalani ibadah shaum dan sebagainya itu sudah menjadi hal yang biasa.
Orang sadar maupun yang tersadarkan memahami bahwa mempersiapkan keimanan itu bukan hanya pada bulan Sya’ban ini saja. Tetapi dipersiapkan disetiap hari, namun pada momentum ini diharapkan untuk meningkatkan persiapannya. Bulan Sya’ban ini juga bisa dikatakan sebagai bulan batu loncatan untuk optimalisasi ibadah di bulan Ramadhan nanti.

Kedua, Persiapan Jasadiyah. Untuk memasuki Ramadhan kita memerlukan fisik yang lebih prima dari biasanya. Sebab, jika fisik lemah, bisa-bisa kemuliaan yang dilimpahkan Allah pada bulan Ramadhan tidak dapat kita raih secara optimal. Maka, sejak bulan sya’ban ini mari persiapkan fisik seperti olah raga teratur, membersihkan rumah, makan-makanan yang sehat dan bergizi.

Ketiga, Persiapan Maliyah. Persiapan harta ini bukan untuk membeli keperluan buka puasa atau hidangan lebaran sebagaimana tradisi kita selama ini. Mempersiapkan hara adalah untuk melipatgandakan sedekah, karena Ramadhanpun merupakan bulan memperbanyak sedekah. Pahala bersedekah pada bulan ini berlipat ganda dibandingkan bulan-bulan biasa.

Keempat, Persiapan Fikriyah. Agar ibadah Ramadhan bisa optimal, diperlukan bekal wawasan yang benar tentang Ramadhan. Mu’adz bin Jabal r.a berkata: “Hendaklah kalian memperhatikan ilmu, karena mencari ilmu karena Allah adalah ibadah”. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah mengomentari atsar diatas, ”Orang yang berilmu mengetahui tingkatan-tingkatan ibadah, perusak-perusak amal, dan hal-hal yang menyempurnakannya dan apa-apa yang menguranginya”.
Oleh karena itu, ketika orang mau beramal tentulah harus mempunyai ilmu, jika tidak bisa-bisa akan menjadi banyak kerusakan. Cara untuk mempersiapkan ini antara lain dengan membaca berbagai bahan rujukan dan menghadiri majelis ilmu tentang Ramadhan. Kegiatan ini berguna untuk mengarahkan kita agar beribadah sesuai tuntutan Rasulullah SAW, selama Ramadhan. Menghafal ayat-ayat dan doa-doa yang berkait dengan berbagai jenis ibadah, atau menguasai berbagai masalah dalam fiqh puasa, dan juga penting untuk dipersiapkan.
Semoga persiapan kita mengantarkan ibadah shaum dan berbagai ibadah lainnya, sebagai yang terbaik dalam sejarah Ramadhan yang pernah kita lalui. Demikian tips persiapan untuk menyambut bulan ramadhan, semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bishawab

Jadwal Imsyakiyah Untuk Wilayah Lumajang dan Sekitar


redaksi

Rabu, 18 Mei 2016

Refleksi UN " Sekolah yang Jujur itu ...."

Pelaksanaan Ujian Sekolah 16-18 Mei 2016
Setiap tahun, ujian nasional (UN) digelar untuk mengukur ketercapaian hasil belajar di sekolah. Nilainya dipakai untuk pemetaan pendidikan di Tanah Air dan menjadi salah satu acuan perbaikan.
Setiap tahun pula, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengukur indeks integrasi sekolah penyelenggara UN. Indeks ini mencerminkan tingkat kejujuran sekolah dan siswa saat ujian berlangsung.

Prihatin, kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan negeri kita sekarang.  Berbagai krisis telah melanda, krisis ekonomi, krisis identitas, krisis moral dan sekarang krisis kejujuran. Harga sebuah kejujuran sangatlah mahal di negeri ini, sepertinya hanya mereka yang berduit saja yang mampu untuk membelinya. Fakir miskin dan rakyat jelata sudah tentu tidak akan mampu membelinya.
Banyak contoh yang bisa dilihat dan mungkin dialami oleh sebagian masyarakat kita. Korupsi merajalela, suap-menyuap adalah populer, hukum bisa di beli, kesaksian palsu dipersilakan, membela pihak yang salah yes, janji-janji palsu didukung, mengambil hak orang lain monggo, berkhianat silakan dan masih banyak lagi yang lainnya. Entah siapa yang salah dan harus disalahkan dalam masalah ini.

Apa yang bisa dibanggakan dari pengakuan sesama manusia. Pengakuan itu tidak akan memberikan ketenangan lahir maupun batin, menambah pahala atau memberikan kita tiket ke surga dengan cuma-cuma. Justru sebaliknya, beban sosial dan judge dari masyarakat akan kita dapatkan setelah semua kecurangan itu terbongkar. Beda halnya jika kita mendapatkan pengakuan itu dari Allah SWT, bisa dipastikan bahwa ketenangan, keselamatan, pahala dan tiket ke surga sudah di tangan.
Jujur adalah keselarasan antara yang terucap dengan kenyataannya. Apa yang diucapkan memang dan apa yang diperbuat itulah yang sesungguhnya diinginkan untuk diperbuat. Jujur merupakan dasar akhlaq mulia, merupakan tanda sempurnanya keislaman, timbangan keimanan dan tanda kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Oleh karena itu setan selalu dengan siaga setiap saat akan berusaha menggelincirkan siapa saja yang akan berlaku jujur.
Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari perbuatan jujur, di antaranya: Mendapatkan kedudukan yang tinggi di dunia dan akhirat, mendatangkan berkah, disenangi orang lain, kejujurannya akan menyelamatkan si pelakunya, pengakuan dari Allah sebagai orang yang jujur dan pastinya surga dengan segala kemanisan dan kenikmatannya. Dalam kehidupan ini Allah telah menyuruh dan menjanjikan sesuatu kepada hambanya yang berlaku jujur dan janji Allah itu pasti adanya.
Allah berfirman, “Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung. (QS. Al Maidah: 119)

sumber kutipan klik disini

Rabu, 13 April 2016

Penguatan Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak di Era Digital

Anak adalah Peniru Ulung. Sikap mereka di sekolah, di lingkungan dan masyarakat adalah cerminan bagaimana kehidupan mereka di rumah, yang tentu tidak terlepas dari didikan orang tuanya. Rumah merupakan madrasah (sekolah) pertama bagi tumbuh kembang anak dan orang tua adalah guru utama bagi tahun-tahun pertama kehidupan mereka. Disebabkan karena usia dini adalah usia meniru, maka orang tua adalah �model� bagi anaknya. Oleh karena itu, keluarga menjadi ujung tombak dalam perkembangan sosio-emosinya.
Anak lebih cenderung cepat menguasai teknologi dibandingkan orang dewasa

Setiap orang tua, memiiki gaya dan cara mendidik yang berbeda-beda. Dan tentunya gaya-gaya tersebut akan berpengaruh dalam perkembangan anak. Hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan kasih sayang kepada mereka adalah tidak berlebihan dan tidak pula kurang. Berikan pelayanan dan kasih sayang secara proporsional. Ada masanya kapan seorang orang tua harus bersikap tegas dan kapan bersikap lemah lembut kepada anak. Apapun masalahnya, usahakan semampunya untuk tidak memarahi anak melampaui batas kewajaran; seperti mengumpat, menghardik dengan celaan terkutuk, apalagi sampai berlaku kasar, dan memukul anak hingga meninggalkan luka lebam di tubuhnya.
Marah bukanlah satu-satunya solusi dalam mendidik anak ketika bersalah. Selain menimbulkan efek negatif bagi perkembangan sosio-emosional dan mental anak, marah juga merupakan sifat yang sangat dilarang oleh teladan ummat akhir zaman, Rasululullah s.a.w dalam sebuah hadits, beliau bersabda, “Laa taghdlob walakal jannah” yang artinya �Jangan marah, bagimu Surga� (H.R. Ath Thabrani). Pendidikan keluarga yang baik adalah: pendidikan yang memberikan dorongan kuat kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan agama. Oleh karena itu ada beberapa aspek pendidikan yang sangat penting untuk diberikan dan diperhatikan orang tua, diantaranya:
Pendidikan Akidah
Pendidikan islam dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan akidah islamiyah, dimana akidah itu merupakan inti dari dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Sejalan dengan firman Allah yang artinya:
�Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran padanya: �Hai anakku janganlah kamu mempersekutukan Alloh benar-benar merupakan kedlaliman yang besar�,� (Q.S. Luqman:13).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa akidah harus ditanamkan kepada anak yang merupakan dasar pedoman hidup seorang muslim.
Pendidikan Ibadah
Aspek pendidikan ibadah ini khususnya pendidikan shalat disebutkan dalam firman Allah yang artinya:
��Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah manusia untuk mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu, sesungguhnya hal yang demikian itu termasuk diwajibkan oleh Alloh,��(QS. Luqman:17).
Pendidikan dan pengajaran Al Qur�an serta pokok-pokok ajaran islam yang lain telah disebutkan dalam Hadis yang artinya: ��Sebaik-baik dari kamu sekalian adalah orang yang belajar al-Qur�an dan kemudian mengajarkannya,�� (HR. Bukhari dan Muslim).
Penanaman pendidikan ini harus disertai contoh konkret yang masuk pemikiran anak, sehingga penghayatan mereka didasari dengan kesadaran rasional. Dengan demikian anak sedini mungkin sudah harus diajarkan mengenai baca dan tulis kelak menjadi generasi Qur�ani yang tangguh dalam menghadapi zaman.
Pendidikan Akhlakul Karimah
Orang tua mempunyai kewajiban untuk menanamkan akhlakul karimah pada anak-anaknya, dan pendidikan akhlakul karimah sangat penting untuk diberikan oleh orang tua kepada anak-anknya dalam keluarga, sebagai firman Alloh yang artinya.
�Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan dan lunakanlah suaramu dan sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara himar,�( QS.Luqman:19 )
Dari ayat ini telah menunjukkan dan menjelaskan bahwa tekanan pendidikan keluarga dalam islam adalah pendidikan akhlak, dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati orang tua, bertingkah laku sopan baik dalam berperilaku keseharian maupun dalam bertutur kata.
Aqidah yang lurus, Ibadah yang benar dan pekerti yang luhur, adalah komponen dasar membangun generasi penuh berkah, generasi madaniy yang kelak dewasanya akan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, teguh dalam kebenaran dan tak gentar dalam menentang kebathilan. Umar bin Khatab, seorang bijak yang hidup di abad ke 7 masehi, memberikan pernyataan yang sangat terkenal: �Didiklah anak-anakmu sesuai zamannya, karena mereka akan hidup pada zaman yang berbeda dengan zamanmu.� Suatu pernyataan yang seolah sangat sederhana, tetapi memiliki aplikasi yang cukup rumit di dalam pelaksanaannya. Jangankan kita membandingkan dengan kondisi sekitar 14 abad yang lampau, dengan 40-50 tahun yang lampau saja dengan kondisi di Indonesia saat ini, tantangan di dalam membesarkan dan mendidik anak-anak sangatlah berbeda.
Ali Bin Abi Thalib r.a khalifah ke 4 setelah zaman kenabian, memberikan nasehat dalam pendidikan anak berdasarkan tahap usia perkembangannya :
Anak di usia 7 tahun pertama.
Tujuh tahun pertama merupakan fase golden age (usia emas) setiap anak. Dimana pada usia ini, satu-satunya otak yang baru berkembang sempurna adalah �otak reptil� yang juga dimiliki oleh hewan. Karakterisktik dari otak reptile ini adalah kemampuan pertahanan diri anak dari ransangan. Hasil sebuah penelitian mengatakan bahwa sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi pada usia 4 tahun, 80% telah terjadi pada usia 8 tahun, dan mencapai titik tertinggi pada usia 18 tahun (Direktorat PAUD, 2004).
Pada usia emas ini adalah usia dimana anak hiperaktif dengan tingkat emosional yang sangat tinggi dan tidak terkendali. Kemampuan meniru dan menyerap setiap yang disaksikan anak terjadi pada usia ini. Maka dari itu, hindari pertengkaran orang tua di hadapan anak usia emas ini dan hal-hal negatif lainnya seperti; berbohong, mencela, mengumpat, berbuat kekerasan, berkata-kata kotor, dsb. Karena akan berdampak buruk pada pertumbuhan emosional anak, yaitu tumbuh dengan penuh kecurigaan.
Anak di usia 7 tahun kedua.
Khalifah Ali bin Abi Thalib mengingatkan, anak pada usia ini hendaklah di didik layaknya tawanan perang; penjagaan penuh, dengan segala ketegasan dan komitmen yang tinggi dalam menerapkan segala peraturan. Rasululllah s.a.w juga menganjurkan kepada kita dalam sabdanya, untuk memerintahkan anak untuk mengerjakan shalat yang apabila pada usia 10 tahun masih meninggalkan shalat, hendaklah dipukul (dengan pukulan yang mendidik) agar menimbukan efek jera pada mereka.
Pada usia ini, anak mulai dapat membedakan mana yang baik dan buruk. Dianjurkan kepada orang tua untuk membiasakan anak dengan kegiatan-kegiatan kemandirian, memberi hukuman jika bersalah dan memberi reward jika melakukan hal-hal yang prestatif. Hindari mendidik anak dengan menjanjikan reward apabila mau melakukan hal-hal yang kita perintahkan. Sebab, hal demikian hanya akan mendidik anak menjadi pribadi yang pamrih, hanya akan mau melakukan suatu perbuatan jika ada imbalan.
Hal yang perlu ditonjolkan pada usia 7 tahun kedua ini adalah penyadaran penuh kepada anak bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Memberi Balasan yang berlipat-lipat atas setiap baik-buruknya perbuatan kita.
Anak di usia 7 tahun ketiga.
Menjadikan anak layaknya sahabat, merupakan salah satu nasehat Ali bin Abi Thalib terhadap anak diusia 7 tahun ketiga ini. Sebab diusia 15-21 tahun ini adalah usia dimana anak masih dalam masa pencarian jati dirinya, labilitas tingkat tinggi, maka yang paling dan sangat dibutuhkan oleh mereka adalah orang-orang yang dapat memahami perasaan mereka, yang dapat memberikan solusi setiap permasalahan yang sedang mereka alami.
Pada usia remaja menuju dewasa ini anak-anak cenderung mencari �kenyamanan� itu pada lawan jenis. Kerap kali, posisi orang tua menjadi tergantikan karena kehadiran �orang ketiga� dalam kehidupan anak-anak. Meski raganya bersama orang tua, tetapi hati dan fikirannya sudah tidak lagi berada dalam kebersamaan didalam keluarga.
Usia remaja adalah usia yang membuat anak-anak terobsesi mengikuti setiap fantasi yang ada didalam fikiran mereka. Terutama bagi remaja diera digital, tontonan acapkali menjadi tuntunan; meniru dan mecomplak setiap tokoh yang diidolakan. Mereka mulai silau dengan fana dan fatamorgana. Kebahagiaan dan kesenangan selalu menjadi keniscayaan. Bahkan tidak sedikit remaja kekinian lupa dengan cita-cita yang dulu mereka gadang-gadangkan dimasa kanak-kanaknya. Terlebih diera digital ini, kejahatan media terhadap anak semakin tak kenal ampun. Fakta membuktikan, semua teori perkembangan seks pada anak, tumbang seiring perkembangan teknologi.
Maka, sudah seharusnya para orang tua menjadi sahabat bagi anak-anaknya diusia 7 tahun ketiga ini. Jangan biarkan masa remaja anak-anak kita rusak diperbudak modernisasi dan budaya kebarat-baratan. Remaja yang rusak adalah kegagalan penanaman aqidah dan akhlakul karimah diusia emas dan masa tawanan perang. Tegas tidak harus keras. Tetapi tegas, harus tegaan. Maksimalkan pendidikan anak di setiap fase perkembangannya, sebelum mereka tumbuh menjadi pribadi yang gagal dan kehilangan masa depannya.
Pakar psikologi anak mengamati, realitas anak dan remaja di era digital ini cenderung mudah bosan, stress berkepanjangan, selalu merasa kesepian meski di keramaian, takut dimarahi dan mudah lelah. Semua jenis layar, membuat otak dan mata anak menjadi fokus. Bukan fokus aktif, melainkan fokus pasif. Sehingga, anak tidak lagi aware dengan lingkungan. Maka dari itu, perlu rasanya digalakkan durasi sehat digital; 15-20 menit bagi anak usia 3-5 tahun, 60 menit bagi anak rentang usia 6-7 tahun, dan 2 jam saja bagi anak usia diatas 7 tahun, tentu tidak dengan memberikan keseluruhan waktu itu untuk mereka menikmati gadget-nya, melainkan diselingi dengan aktfitas produktif mereka.
Beberapa solusi yang saya rasa dapat sedikit membantu permasalahan orang tua dalam mendidik anak diera digital ini terutama pendidikan di dalam keluarga yaitu; 1. Menjalankan fungsi dan tatanan keluarga dengan baik (yaitu kerjasama antara Ayah dan Bunda), 2. Membuat kesepakatan dengan anak, me-manage aktivitas harian mereka mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, tanpa mengekang hak bermainnya termasuk menikmati suguhan gadget mereka. Hal yang terpenting adalah, hindari menggunakan gadget saat bersama anak, karena hal itu akan membuat anak meniru prilaku buruk orang tua tersebut; 3. Ciptakan kebersamaan dengan anak sebaik mungkin (tanpa gangguan gadget), untuk melatih anak agar mereka selalu terbuka pada orang tua dan tidak mencari tempat curhat lain selain orang tuanya; 4. Usahakan 30 menit dalam 24 jam yang kita punya, untuk mengevaluasi aktivitas hariannya, berdialog mendengarkan curahan hati dan perasaan mereka. Meski tidak dapat memberi solusi, setidaknya jadilah orang tua yang bersahabat, yang selalu membuat anak merasa nyaman dan terbuka dengan kita. (sumber redaksi/hdn)

Jumat, 08 April 2016

Yaa Allah Berkahilah Kami di Bulan Rajab

Bulan Rajab adalah salah satu dari Empat Bulan Haram atau yang dimuliakan Allah swt. (Bulan Dzulkaidah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab). Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan Ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” At Taubah: 36
Fenomena pergantian bulan di mata muslim adalah salah satu sarana untuk mengingat kekuasaan Allah swt dan dalam rangka untuk mengambil ibrah dalam kehidupan juga sebagai sarana ibadah.
Karena itu, pergantian bulan dalam bulan-bulan Hijrah kita disunnahkan untuk berdo’a, terutama ketika melihat hilal atau bulan pada malam harinya. Do’a yang diajarkan oleh Baginda Rasulullah saw. adalah:
اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِاْلأَمْنِ وَاْلإِيْمَانِ وَالسَّلاَمَةِ وَاْلإِسْلاَم رَبِّيْ وَرَبُّكَ اللهُ هِلاَلَ رُشْدٍ وَخَيْرٍ
“Ya Allah, Jadikanlah bulan ini kepada kami dalam kondisi aman dan hati kami penuh dengan keimanan, dan jadikanlah pula bulan ini kepada kami dengan kondisi selamat dan hati kami penuh dengan keislaman. Rabb ku dan Rabb mu Allah. Bulan petunjuk dan bulan kebaikan.” (HR. Turmudzi)

Shaum di Bulan Rajab
Shaum dalam bulan Rajab, sebagaimana dalam bulan-bulan mulia lainnya hukumnya sunnah.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah aw. Bersabda:
Puasalah pada bulan-bulan haram (mulya).” Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.
Rasulullah saw. juga bersabda:
“Kerjakanlah ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan hingga kalian bosan”.

Ibnu Hajar, dalam kitabnya “Tabyinun Ujb”, menegaskan bahwa tidak ada hadits, baik sahih, hasan, maupun dha’if yang menerangkan keutamaan puasa di bulan Rajab.
Bahkan beliau meriwayatkan tindakan Sahabat Umar yang melarang mengkhususkan bulan Rajab dengan berpuasa.
Ditulis oleh Imam Asy Syaukani dalam Kitabnya, Nailul Authar, menerangkan bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhamad bin Manshur As Sam’ani yang mengatakan bahwa tidak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus.
Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat.
Namun demikian, sesuai pendapat Imam Asy Syaukani, bila semua hadits yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat untuk dijadikan landasan, maka hadits-hadits yang umum, seperti yang disebut di atas, itu cukup menjadi hujah atau landasan.
Di samping itu, karena juga tak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.

Do’a Bulan Rajab

Bulan Rajab merupakan starting awal untuk menghadapi Bulan Suci Ramadhan. Subhanallah, Rasulullah saw. menyiapkan diri untuk menyambut Bulan Suci Ramadhan selama dua bulan berturut sebelumnya, yaitu bulan Rajab dan bulan Sya’ban. Dengan berdoa dan memperbanyak amal shalih.
Do’a keberkahan di bulan Rajab. Bila memasuki bulan Rajab, Nabi saw. mengucapkan, “Allaahumma Baarik Lana Fii Rajaba Wa Sya’baana, Wa Ballighna Ramadhaana. “Ya Allah, berilah keberkahan pada kami di dalam bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.”
Hadits di atas disebutkan dalam banyak keterangan, seperti dikeluarkan oleh Abdullah bin Ahmad di dalam kitab Zawaa’id al-Musnad (2346). Al-Bazzar di dalam Musnadnya -sebagaimana disebutkan dalam kitab Kasyf al-Astaar- (616). Ibnu As-Sunny di dalam ‘Amal al-Yawm Wa al-Lailah (658). Ath-Thabarany di dalam (al-Mu’jam) al-Awsath (3939). Kitab ad-Du’a’ (911). Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah (VI:269). Al-Baihaqy di dalam Syu’ab (al-Iman) (3534). Kitab Fadhaa’il al-Awqaat (14). Al-Khathib al-Baghdady di dalam al-Muwadhdhih (II:473).
Memperbanyak amal shaleh, seperti shaum sunnah, terutama di bulan Sya’ban. Diriwayat oleh Imam al-Nasa’i dan Abu Dawud, disahihkan oleh Ibnu Huzaimah. Usamah berkata pada Nabi saw.
Wahai Rasulullah, saya tidak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Engkau lakukan dalam bulan Sya’ban.’ Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang dilupakan oleh kebanyakan orang. Di bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa.” Allahu a’lam

Sumber: klik disini